Sunday, March 6, 2011

MAJLIS IBU-IBU


masjlis
Middle East,7 April 2009

Kalau di Negara Timur tengah disini selalu ada satu ruang besar di lantai dasar yang disebut ruang majlis, yaitu ruang  tempat  berkumpulnya para tamu undangan, atau tempat berkumpulnya  anggota keluarga.

Rumah di sini rata-rata besar dan berlantai 2 atau 3. Itulah makanya mereka punya ruang majlis yang cukup besar. Semantara kamar tidur terletak di lantai atasnya. Majlis itu sendiri artinya pertemuan, sama halnya dengan liqo’. Ini sekedar prakata saja. Saya sendiri tidak akan membicarakan Balai yang  menampung banyak orang ini,akan tetapi saya akan membicarakan tentang petemuan.
Pertemuan, yang lazimnya dihadiri oleh beberapa orang, atau banyak orang, biasanya didasari oleh adanya suatu tujuan. Ada yang dengan tujuan arisan, silaturahmi lebaran, atau bahkan pertemuan suatu organisasi yang ada di lingkungan sekitarnya. Saya samasekali tidak bertujuan untuk menelanjangi orang lain, tapi marilah kita sama-sama introspeksi diri. Terutama saya pribadi. Tujuan saya menulis ini adalah supaya telinga saya tersentil, barangkali akan memerah sejenak, tapi ini sudah menjadikan niatan saya, supaya mata terbuka lebar dan gaungnya akan membuka hati pula. Insya Allah….
Di setiap majlis, entah apalah namanya itu, majlis taklimlah, atau apa, dimanapun, selalu ada yang namanya pergunjingan. Bahkan apa yang baru saya ikuti  seminggu terakhir ini, yang awalnya katanya diskusi, rembuk masalah social, pun tak lepas dari itu. Ironis memang. Dan apesnya, sayalah yag kena. Saya menghadirkan seorang psikolog, notaris, dll yang pada intinya, mereka semua adalah orang berpendidikan jenjang tinggi semua. Maklumlah, di luar negri, kata orang. Saya sendiri adalah orang awam yang tidak menguasai ilmu apa-apa kecuali seorang ibu rumah tangga biasa. Kebetulan kita berada dalam sebuah misi social mencari dana untuk suatu tragedy di Indonesia yang terjadi baru-baru ini. Saya bekerja tidak sendiri, kebetulan saya meminta tolong kepada sang psikolog yang memang jawara pula dalam menulis. Saya meminta tolong kepada beliau untuk membuat proposal guna mendapatkan dana tsb. Alhasil…ditanyailah saya A…..sampai Z. Subhanallah….saya mengakui benar-benar beliau memang  seorang yang sudah ahli berorganisasi, juga punya wawasan yang luas.
Sampai di sini saya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Saya yang ingin melangkah, tapi tidak punya gambaran, tidak punya pegangan, seperti mendapatkan angin baru dan segar. Meskipun awam dalam segala hal, Alhamdulillah saya masih punya sedikit nurani, yah,.. taruhlah cuma sekuku  hitam,tapi, mudah-mudahan bermanfaat, pikir saya. Alhamdulillah, sebelum berdiskusi dengan beliau-beliau, hati nurani saya mengatakan, yang namanya uang, apalagi dengan dalih untuk sosial, akan rentan dengan segala permasalahan. Saya tidak mau orang mencibir, bahwa dana yang sudah terkumpul masuk ke kantong pribadi pengurus saja. Meskipun pada akhirnya tetap akan ada omongan, silahkan, tapi itu urusan belakang. Yang penting kita sudah berusaha sesuai jalur yang digariskan.
Bahwa uang adalah masalah yang sangat sensitive, itulah makanya saya mau ada bukti otentik, saya tekankan ini sejak dari awal. Jadi bukan permasalahannya saya mau memojokkan si Fulan, atau mencemarkan nama baiknya. Tapi saya harus memberikan pembelajaran bahwa kita harus bekerja secara professional dari lingkup yang paling kecil sekalipun!
Karena persoalan yang terus mengganjal ini, akhirnya saya coba mediskusikan kepada orang yang lebih tahu masalahnya, beliau teman saya, seorang pendakwah, seorang yang…. subhanallah zuhud, aktif berorganisasi. “Ibu,Islam itu adalah agama yang mempunyai aturan.Hal terkecil sekalipun dalam hidup ini diatur di dalam Islam”. Kata beliau “Jadi ibu sudah sangat benar dalam hal ini. Meskipun berat, ibu wajib menyampaikannya kepada teman-teman.”lanjutnya.Dengan dasar inilah,  saya, dalam forum majlis ibu-ibu ini berusaha menyampaikannya kepada Ibu-ibu yang lain.
Beberapa hari sebelumnya, kebetulan datang teman saya bersilaturahmi kerumah. Dalam pembicaraan dengan beliau diantaranya saya menyampaikan,….”Ibu, kapan ya kita bisa bertemu dengan teman-teman untuk membicarakan ini?”kata saya. Jawab beliau ,”kalau minggu-minggu ini sepertinya tidak bisa, Ibu Fulanah sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan acara dalam waktu dekat ini”katanya. “Iya, saya ingin menyampaikan bu, kalau masalah keuangan itu adalah masalah yang sensitive. Saya percaya, Ibu Fulan orangnya amanah (karena saya sendiri mengenal beliau). Akan tetapi kita harus membenahi, supaya kerja kita lebih professional. Ini saya sudah menyiapkan stempel, kwitansi dan sebagainya”. Lanjut saya.
Masya Allah,………..ternyata pertemuan saya dengan teman saya sebelum majlis ibu-ibu itu diadakan merupakan bumerang bagi saya. Senjata yang benar-benar ampuh berbalik menyerang saya. Saya tak habis pikir………
Pada saat ibu psikholog menanyai saya dengan rentetan pertanyaan, datanglah ibu yang lain, dan seterusnya….Pada saat itulah beliau dengan muka memerah, berbicara “Saya tidak suka kalau ada orang yang berbicara dibelakang forum mengatakan ini dan itu. Saya tahu teman saya. Kalau ucapan ibu (yang berbicara dibelakang) didengar oleh ibu A, padahal saya tahu beliau begini…begini…dst, itu akan sangat menyakitkan beliau”,
“Kalau memang mau berbicara, jangan orang perorang.berbicaralah selagi di forum”  Pada awalnya saya belum menangkap arah pembicaraan ibu ini. Tapi karena beliau terus berbicara, akhirnya saya menemukan arah bicaranya. “Coba kalau ucapan itu sampai kemana-mana?”lanjutnya.
Ya Allah, pada saat itu sepertinya tak ada satupun penolong saya, saya merasakan debaran dada, serta sakitnya. Saya benar-benar disudutkan dalam hal ini. Ternyata benar apa kata teman saya yang mubaligh itu,…”Meskipun berat, ibu harus menyampaikannya……”kembali melintas.
Yang saya tidak habis pikir, setelah Ibu Fulanah bicara, bahwa kalau ada apa-apa itu jangan berbicara dibelakang,……tidak berapa lama kemudian beliau membalikkan sendiri ucapannya…….bla…bla..bla…
”saya sudah mendiskusikannya dengan ibu A” kata-kata ini beberapa kali beliau ucapkan. Hanya saja kata-kata beliau yang seharusnya berbicara “tidak di forum” beliau perhalus dengan kata “berdiskusi”. Kalau saya berbicara lagi, akan panjang masalahnya.percuma…dalam hati saya.Saya terbiasa untuk tidak protes. Biarlah,..kata dalam hati saya.
 Suasana itu akhirnya berhasil dicairkan oleh Ibu psikholog yang memang melihat permasalahan ini dari sudut pandang yang netral. Tapi suasana hati saya sudah terlanjur memanas. Jadi setelah Ibu psikholog berbicara, saya coba menyampaikan apa yang sebenarnya ada di hati saya. Inilah kesalahan terbesar saya. Semoga next time saya tidak akan melakukan kesalahan ini lagi. Saya memetik hikmahnya, niat saya untuk meluruskan permasalahan yang sebenarnya ternyata sekali lagi menjadikan bumerang diri saya seoalah sayalah orang yang paling sensitive.
“Demi Allah, Saya, insya Allah tidak bermaksud berbicara dibelakang,kalaupun saya berbicara dibelakang saya tidak bermaksud untuk mambicarakan si A si B nya tapi saya hanya ingin menyampaikan yang seharusnya”. "ya Rabb, tanpa sadar aku membawa-bawa nama-Mu, betapa berdosanya aku....ampunkan aku..." kata dalam bathinku.  Dan tanpa sadar ketika saya berbicara,…saya melihat Ibu fulanah tadi bermain mata sebagai tanda isyarat dengan ibu Fulanah yang lain. Masya Allah,… dalam hati saya. Selama ini ibu Fulanah memang menganggap dirinya tidak pernah berghibah dan sudah 2 kali ini beliau seolah menuduh saya yang berghibah. Sementara teman saya yang menyampaikan ke beliau, wallahu Alam saya tidak tahu bagaimana penyampaian beliau, lepas dari tuduhannya. Malah dengan bangga beliau memamerkan,kalau beliau telah berdiskusi dengan teman saya itu.Hhhhhh….. dunia…..betapa gilanya…….yang waras siapa yang gila siapa…….
Saya ingat kata-kata beliau sebelum ini….”Saya ini kasihan ibu, ibu jangan berbicara begitu…” kata beliau kepada teman saya yang saya ceritakan waktu itu main kerumah.”Ibu, tolong lho ya, ucapan-ucapan kita ini tadi jangan sampai kemana-mana. Ibu jangan berbicara keluar” katanya secara langsung menunjuk saya.”Maaf ya, meskipun teman baik atau apa, saya tetap saja tidak akan percaya  100% termasuk kepada ibu, dan ibu.” kata beliau. “Iyalah, yang 100% itu kan hanya milik Allah” timpal saya. “Bisa saja dalam hal ini ibu berbicara keluar” katanya. “Oh, jangan salah ya bu” kata saya. “dalam hal ini kita harus fair, bukan Cuma saya,bisa jadi ibu juga, atau ibu A yang berbicara keluar” balas saya sengit. Alhamdulillah…ya Allah, saya seperti mendapat kekuatan. Mungkin karena tersudut, pikir saya. Beliaupun akhirnya diam dengan kata-kata saya.
Hikmah yang bisa saya ambil dari majlis demi majlis yang saya pernah hadiri, selalu saja ada perkataan yang saling menjatuhkan, saling menyikut, berghibah….naudzubillahimin dzalik. Ya Allah,…berilah hamba petunjuk. Pantas saja wanita dilarang keluar rumah,sampai shalatpun lebih bagus di rumah. Pantas saja,…..pantas saja….Saya bukannya merasa sudah terbebas dari berghibah. Justru saya merasa diri karena perempuan rentan dengan ghibah, rentan dengan segala bentuk permasalahannya,minimal saya harus mengurangi banyak majlis pertemuan. Bukankah kewajiban wanita mengurus suami dan anak di rumah? Lantas pergaulan macam mana yang Islami?  
Oh,…Majlis ibu-ibu………..

No comments:

Post a Comment