Tuesday, May 10, 2011

Di Mata Allah Kita Sama

 Wednesday, December 30, 2009 at 7:20am

Tidak masalah bagaimana orang lain menilai diri kita baik atau buruk. Karena pada dasarnya penilaian yang paling akurat adalah hak perogratif Allah. Ibarat buah, orang sebenarnya tahu kulitnya saja. Jika seseorang yang sudah mematok nilai bahwa orang dari suku/ bangsa tertentu, pasti perangainya akan begini dan begitu, meskipun kita telah berupaya berbuat sebaik-baiknya di depan orang tsb, di mata orang yang sudah menilai buruk kita, tetap saja kita negatif.Karena orang tsb sebenarnya telah menanamkan nilai-nilai negatif terlebih dulu di otaknya.

Ada pepatah, siapa yang akan menanam dia pula yang akan memetik hasilnya. Kenapa kita mesti susah payah menganggap seseorang begini dan begitu? Toh dari apa yang seseorang tanam itu, bukan orang lain, atau bahkan diri kita yang akan memetik hasilnya. Tapi orang yang menanam itu sendirilah yang akan memetiknya.

Belum tentu dengan kita menganggap diri kita lebih baik, misalnya menganggap diri tidak suka berpura-pura, apa adanya, lantas orang lain menganggap pula kita seperti penilaian diri kita sendiri. Kadang kita terlalu naif. Maunya dianggap baik, bicara apa adanya, tidak bisa berpura-pura, di depan/ di belakang ya begini adanya, dsb..dsb. Sementara kita menuduh si fulan itu penuh basa-basi dan kepura-puraan. Di luar halus, di belakang sebaliknya. Apalagi orang sering menghubung-hubungkannya dengan suku/bangsa.

Seperti kata pepatah " gajah di pelupuk mata tak tampak, kuman di seberang lautan..... bukan tampak lagi....(he..he..he malah keliatan gedeee...habis pake teleskop..). Itu artinya kita merasa seolah-olah tahu kelakuan orang. Tapi tidak pernah tahu kelakuan sendiri.

Suatu ketika aku pernah punya teman si A. Aku biarkan dia sibuk dengan penialiannya tentang diri sendiri yang katanya begini dan begini. Tapi kemudian tanpa sadar dia lanjut...menilai temanku si B. "Ah, dia mah kelihatannya saja baik diluar tapi dibelakangnya, mana kita tahu? maklum orang.... bla...bla...bla... kan emang begitu?" katanya. (dia menyebut suku/bangsa asal si B). Anehnya,tak lama sesudahnya,si C temanku yang lain mengatakan hal yang sama persis apa yang telah A lontarkan terhadap si B. Tentu saja, kata-kata itu ditujukan pada si A.

Astaghfirullahal adziim...Bukankah itu sama saja artinya? ketika diri kita terlalu pe- de menilai baik diri sendiri dan menilai orang lain sebaliknya, ternyata penilaian orang lain terhadap kita pun bisa jadi sama seperti yang kita lontarkan ke orang.

Kalau kita tidak mau orang menilai kita jelek, janganlah mulai membuka perang. Artinya jangan kita melontarkan lebih dulu kata-kata yang bisa membuat merah telinga orang. Tapi ucapkanlah kata-kata yang diridhoi Allah. Bukankah Allah dan Rasulnya juga menuntun kita supaya berbuat dan berkata-kata baik? Kalau kita menerima kebaikan seseorang, balaslah dengan kebaikan pula. Jika kita dijahati seseorang maka bersabarlah. Karena bersabar itu lebih baik. Dan perlu kita tanamkan dalam hati bahwa semua orang,suku,dan bangsa yang ada di dunia inii, yang pendek, yang tinggi, yang hitam/putih, yang kaya/miskin, di hadapan Allah adalah sama. Yang membedakan hanyalah ketakwaan kita. Dan sekali lagi, orang yang menanam, dia pulalah yang akan memetik hasilnya. Jadi pikirkan diri sendiri bagaimana harus berbuat kebaikan dan jangan pikirkan apa yang orang lain akan lakukan.

*************

Yang benar datangnya dari Allah, yang salah semata-mata dari yang menyampaikan.
Tulisan ini kutujukan untuk diriku sendiri. Supaya diri ini lebih bijak dan berhati-hati dalam bersikap. Karena sebagai manusia kita sering terpeleset lidah. Mohon maaf jika ada salah-salah.

No comments:

Post a Comment