Sunday, May 15, 2011

 
( Ketika dalam kegalauan hati terciptalah apa yang semestinya tercipta, (coretan tanganku). Ketika apa yang seharusnya terjadi, maka terjadilah. Kerana semua telah tertulis di lauh mahfudz).
Harta adalah ujian
Suami adalah ujian
Anak adalah ujian
Teman adalah ujian
Pembantu adalah ujian.

Dimana tak ada lagi persahabatan
Dimana tak ada lagi persaudaraan
Dimana tak ada lagi keseimbangan
Segalanya menjadi timpang.

Inikah tanda kan berakhirny  masa…??

Hidup seluruhnya adalah ujian
Mati adalah perhitungan.

Ya Allah, kutanggalkan cinta fi dunya
Dan hanya kepada-Mu seluruh cinta, hidup dan matiku
berikan…
Jemputlah aku kerana kebahagiaan bersua dengan-Mu
Tidak kerana dalam keputus asaan.
Aku rindu bertemu wajah-Mu ya Rabb.

Medio mei.....

Tuesday, May 10, 2011

Di Mata Allah Kita Sama

 Wednesday, December 30, 2009 at 7:20am

Tidak masalah bagaimana orang lain menilai diri kita baik atau buruk. Karena pada dasarnya penilaian yang paling akurat adalah hak perogratif Allah. Ibarat buah, orang sebenarnya tahu kulitnya saja. Jika seseorang yang sudah mematok nilai bahwa orang dari suku/ bangsa tertentu, pasti perangainya akan begini dan begitu, meskipun kita telah berupaya berbuat sebaik-baiknya di depan orang tsb, di mata orang yang sudah menilai buruk kita, tetap saja kita negatif.Karena orang tsb sebenarnya telah menanamkan nilai-nilai negatif terlebih dulu di otaknya.

Ada pepatah, siapa yang akan menanam dia pula yang akan memetik hasilnya. Kenapa kita mesti susah payah menganggap seseorang begini dan begitu? Toh dari apa yang seseorang tanam itu, bukan orang lain, atau bahkan diri kita yang akan memetik hasilnya. Tapi orang yang menanam itu sendirilah yang akan memetiknya.

Belum tentu dengan kita menganggap diri kita lebih baik, misalnya menganggap diri tidak suka berpura-pura, apa adanya, lantas orang lain menganggap pula kita seperti penilaian diri kita sendiri. Kadang kita terlalu naif. Maunya dianggap baik, bicara apa adanya, tidak bisa berpura-pura, di depan/ di belakang ya begini adanya, dsb..dsb. Sementara kita menuduh si fulan itu penuh basa-basi dan kepura-puraan. Di luar halus, di belakang sebaliknya. Apalagi orang sering menghubung-hubungkannya dengan suku/bangsa.

Seperti kata pepatah " gajah di pelupuk mata tak tampak, kuman di seberang lautan..... bukan tampak lagi....(he..he..he malah keliatan gedeee...habis pake teleskop..). Itu artinya kita merasa seolah-olah tahu kelakuan orang. Tapi tidak pernah tahu kelakuan sendiri.

Suatu ketika aku pernah punya teman si A. Aku biarkan dia sibuk dengan penialiannya tentang diri sendiri yang katanya begini dan begini. Tapi kemudian tanpa sadar dia lanjut...menilai temanku si B. "Ah, dia mah kelihatannya saja baik diluar tapi dibelakangnya, mana kita tahu? maklum orang.... bla...bla...bla... kan emang begitu?" katanya. (dia menyebut suku/bangsa asal si B). Anehnya,tak lama sesudahnya,si C temanku yang lain mengatakan hal yang sama persis apa yang telah A lontarkan terhadap si B. Tentu saja, kata-kata itu ditujukan pada si A.

Astaghfirullahal adziim...Bukankah itu sama saja artinya? ketika diri kita terlalu pe- de menilai baik diri sendiri dan menilai orang lain sebaliknya, ternyata penilaian orang lain terhadap kita pun bisa jadi sama seperti yang kita lontarkan ke orang.

Kalau kita tidak mau orang menilai kita jelek, janganlah mulai membuka perang. Artinya jangan kita melontarkan lebih dulu kata-kata yang bisa membuat merah telinga orang. Tapi ucapkanlah kata-kata yang diridhoi Allah. Bukankah Allah dan Rasulnya juga menuntun kita supaya berbuat dan berkata-kata baik? Kalau kita menerima kebaikan seseorang, balaslah dengan kebaikan pula. Jika kita dijahati seseorang maka bersabarlah. Karena bersabar itu lebih baik. Dan perlu kita tanamkan dalam hati bahwa semua orang,suku,dan bangsa yang ada di dunia inii, yang pendek, yang tinggi, yang hitam/putih, yang kaya/miskin, di hadapan Allah adalah sama. Yang membedakan hanyalah ketakwaan kita. Dan sekali lagi, orang yang menanam, dia pulalah yang akan memetik hasilnya. Jadi pikirkan diri sendiri bagaimana harus berbuat kebaikan dan jangan pikirkan apa yang orang lain akan lakukan.

*************

Yang benar datangnya dari Allah, yang salah semata-mata dari yang menyampaikan.
Tulisan ini kutujukan untuk diriku sendiri. Supaya diri ini lebih bijak dan berhati-hati dalam bersikap. Karena sebagai manusia kita sering terpeleset lidah. Mohon maaf jika ada salah-salah.

Laki-laki Dan Kimar






Pada suatu hari ada seorang laki-laki dan anaknya tengah berjalan kembali dari suatu perjalanan menuju kampung, dimana mereka tinggal. Mereka membawa seekor khimar. Sang anak berjalan di samping bapaknya sementara tangan sang bapak memegang tali yang mereka ikatkan di leher sang khimar.
Tiba di suatu perkampungan, mereka melalui sekerumunan orang. “Afwan,” kata si bapak permisi, melewati kerumunan itu. Belum seberapa jauh mereka melewati kerumunan itu, sayup-sayup terdengar suara orang berbicara kepada yang lainnya, ; ”Aneh benar orang itu, bawa khimar, bukannya dinaiki malah dituntun.” Katanya.

Mendengar itu, laki-laki itupun berhenti sejenak . Dia berfikir, betul juga apa yang orang katakan . Laki-laki itu merasa mendapat ide bagus.Akhirnya, naiklah bapak dan anak di punggung khimar meneruskan perjalanan . Di tengah-tengah perjalanan, setelah melalui perkampungan demi perkampungan, mereka bertemu dengan seseorang.“ Wahai fulan, mau kemanakah kalian? apa kau tak kasihan melihat khimar yang kalian naiki terengah-engah kelelahan?”

Mendengar teguran itu, laki-laki tsb merasa gusar, lalu berhentilah mereka di suatu tempat untuk sejenak istirahat. Diberinya khimar itu air minum sebelum mereka melanjutkan perjalanan. Setelah itu dia naikkan anaknya di punggung khimar, sementara dia sendiri berjalan mengikuti langkah-langkah kaki sang khimar.

Untuk kesekian kalinya ditengah perjalanan mereka berpapasan dengan seseorang yang menyapa mereka :
“Hai fulan, mau kemanakah gerangan?”
“Kami mau pulang kerumah, rumah kami di seberang bukit itu aki”
“Bagus. Tapi nak, mengapa kau tega biarkan ayahmu berjalan menuntun khimar sementara engkau dengan enaknya duduk di atas punggung khimar? Hai fulan, jangan biarkan anakmu berlaku tidak sopan padamu!”
Mendengar itu sang anakpun malu. Lalu dia turun dan meminta bapaknya yang menaiki khimar, sementara dia berjalan di samping khimar, menggantikan posisi ayahnya tadi.

Jarak kerumah pun makin dekat, tapi… begitulah, di tengah perjalanan, mereka pun kembali bertemu lagi dengan sekerumunan orang yang tengah berbisik membicarakan mereka. “Aih,…tega benar itu si bapak. Tak punya perasaan, dia biarkan anaknya jalan, sementara dia sendiri duduk enak.”
Akhirnya, sang bapak pun turun dari punggung khimar. Masih beruntung dia, dari kejauhan rumah mereka sudah mulai nampak. Mereka berdua berdiskusi sejenak, dan akhirnya, mereka ikat kaki sang khimar.Mereka memutuskan untuk memanggul khimar sampai tujuan. Orang yang melihatnya hanya bisa geleng-geleng kepala. Mereka memandang tak ada bedanya antara laki-laki itu dengan khimarnya. Ck…ck…ck…


Sebuah catatan untuk kurenungkan :
• Ceritaku yang sederhana ini...adalah gambaran seseorang yang tidak punya pendirian, tidak punya prinsip. Kemana arah angin dia mengikuti. Sampai akhirnya diri sendirilah yang akan merugi di akhir perjalanan hidupnya.Kalau kita berpegang pada 2 hal yang sudah jadi pegangan hidup kita, dan tetap istiqomah di jalan-Nya, Insya Allah kita tidak akan menjadi orang yang mudah terombang ambing. Doaku, semoga aku bisa istiqomah. Amiin…
Muscat, Jum’at 12 February 2010