Tuesday, April 19, 2011



SANG PIAWAI
Ini sekedar cerita  sambil lalu saja. Barangkali dari cerita sekedarnya,  numpang lewat, ada hikmah yang bisa kita petik di dalamnya. Sebut saja Pak Irfan namanya, beliau seorang yang sangat smart di bidangnya. Gelar Engineer diraihnya dari sebuah Institut yang sudah tersohor dan terkemuka di negrinya, yang telah menelorkan para experties yang canggih. Dengan usianya yang relatif masih sangat muda dan kepiawainnya, beliau mulailah perantauannya. Awalnya ke sebuah Negara di Middle East. meski tidak di Oil Company sebagaimana biasanya, tapi untuk awal karir,  sudah bisalah dibilang sukses.
Sebut saja Perusahaan X namanya. Beliau berkiprah di perusahaan itu karena ajakan salah seorang bossnya, seorang direktur, yang tengah ditunjuk bertugas di wilayah itu. Subhanallah….seiring dengan perjalanan waktu, beliau dipindah tugas ke Negara sekitar Middle East lainnya. Di sana, bertemulah beliau dengan atasan barunya, Mr Zee. Di tempat baru inilah, pak Irfan akhirnya membawa sang istri yang baru dinikahinya setahun ini. Istrinya bekerja di….ex perusahaan ternama pula di negara asalnya. Usianya masih sangat belia.
Begitu menginjakkan kaki di negara yang terasa masih sangat asing inilah, di saat tak ada seorangpun yang dikenalnya, mereka berkenalan dengan keluarga Mr ZEE yang dalam hal ini adalah atasannya. Kemana-mana , istri Mr ZEE yang tak pernah memandang orang lain sebagai atasan atau bawahan, mengantar istri pak Irfan. Keluarga Mr ZEE tak pernah merasa keberatan untuk menolong dan membantu siapapun. Moment itu pun tak terlewatkan. Hari-hari kebersamaan antara keluarga beliau dan keluarga Mr ZEE, terutama istrinya yang sudah saling dekat, bahkan sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Suatu pemandangan yang jarang terlihat sebenarnya, apalagi di kehidupan yang sudah sangat masing2. Plus, di luar negri. Tapi begitulah, indahnya persaudaraan. Yang jarang, bukan berarti tak ada.
 Sayangnya, perangai pak Irfan  yang masih sangat muda dan cerdas itu tidak seperti kelihatannya. Jika bertandang kerumah Mr ZEE, atau kadang……ketika menjemput sang istri tercinta yang tengah rebahan atau bercengkrama dengan keluarga Mrs ZEE, Mrs Zee mendapati wajah suami  Shanty, pak Irfan….kelihatan sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan. Atau mungkin…….. ini hanya perasaan wanita saja. Biasa, terkadang wanita suka melebih-lebihkan perasaannya. Entahlah, di mata Mrs Zee sepertinya beliau kikuk,  dan tak ada senyum-senyumnya. Kaku sekali dalam bersikap. Padahal Mrs. ZEE sudah berusaha  seramah mungkin bersikap sebagaimana layaknya orang tua terhadap anak, bukan atasan terhadap bawahan seperti yang selama ini biasa terjadi. Itu semua karena kesederhanaan istri  Mr ZEE.
Sampai suatu ketika terungkaplah bahwa sang cerdik cendekia pak Irfan,  ternyata ketika bekerja, beliau seringkali korupsi waktu. Artinya, ketentuan jam yang berlaku semisal dari jam 8 pagi sampai 4 sore, ternyata pada prakteknya beliau seringkali berangkat jam 10. Dan sebelum waktunya pulang beliau sudah pulang dulu.  Dengan entengnya, beliau mengatakan : “ Aku kan bekerja bukan ntuk perusahaan, bukan untuk Mr ZEE  tapi untuk sang direktur yang membawaku”. Dan beliaupun tidak merasa bersalah karenanya. Jadi, beliau merasa berhak untuk tidak mengikuti peraturan perusahaan ataupun tidak mematuhi Mr.ZEE.
Mr ZEE adalah orang yang lugu, meski sedikit emosional dan agak keras wataknya tapi beliau tidak pernah berprasangka buruk. Dan begitulah, akhirnya terbuka aib sang cerdik cendekia, fitnahnya pada Mr ZEE sudah menyebar kemana-mana. Ternyata orang yang se ‘smart’ dan semuda beliau, plus seorang laki-laki, telah menebarkan angin perseteruan dengan menjelek-jelekkan nama atasannya, Mr Zee. Naudzubillahi min dzalik. Sesuatu yang tak sepantasnya dilakukan orang yang tinggi ilmunya……..Dan makin terbukalah, ternyata tak satupun teman dari lingkungan kerjanya yang menyukainya……
Dengan sangat emosional,  Mr Zee, akhirnya me ‘resign’ pak Irfan. Sesuatu yang sebenarnya tak perlu terjadi. Tapi begitulah dunia kerja. Sulit difahami. Mengapa Mr. Zee tidak memasrahkan penilaiannya saja pada Rabb sang pencipta? Mengapa…..mengapa…..? Bukankah hal itu justru akan mengurangi dosanya? pertanyaan-pertanyan itulah yang  menggelitikku  sebagai  penonton dalam hal ini.   Aku tak ingin berkomentar.  Tak semudah itu untuk berjiwa besar……
Sang istri tidak  tahu menahu ada masalah apa kok tiba-tiba pak Irfan pulang ke negerinya? Akhirnya setelah lama berselang kejadiannya, dari mulut Mr Zee meluncurlah pengakuan. Bahwa dialah yang me ‘resign’ sang piawai itu. “kenapa harus sesaklek itu pi?” kata istrinya. “Adik tidak tahu apa yang dilakukannya, sebatas yang adik tahu. Kesalahannya sudah tidak bisa ditolelir, bukan hanya padaku tapi juga pada perusahaan ini. “ kata mr Zee pada istrinya. “ Ah, pantas saja,…” gumam sang istri.”hhh…. tak taulah aku, urusan kantor”…….

Note :
Kita bekerja untuk siapakah sebenarnya? Untuk atasan kitakah? Dengan niat itukah? Itulah yang seringkali manusia tidak sadari. Apakah kita makan dari gaji yang diberikan atasan kita setiap bulannya? Apakah kalau tidak ada atasan kita kita tak bisa makan? Naudzubillah….Atasan kita hanyalah manusia seperti halnya kita. Bahwa rizki itu datangnya dari Allah, bukan dari manusia dan bukan dari atasan kita. Tak perlu kita menghamba pada manusia, Tidak pula hidup tanpa etika, tanpa “manner” . Dan takutlah hanya kepada Allah, tidak kepada manusia.
 Niat merupakan neraca bagi suatu perbuatan. Niat adalah kehendak yang pasti, sekalipun tidak disertai dengan amal perbuatan. Maka dari itu, kadang kehendak  merupakan niat yang baik lagi terpuji dan kadang kehendak  merupakan niat yang buruk lagi tercela. Hal ini tergantung dari apa yang diniatkan, dan juga tergantung kepada pendorong serta pemicunya. Apakah untuk dunia ataukah akhirat? Apakah untuk mencari keridhoan Allah , ataukah untuk untuk mencari keridhoan manusia? Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam : “Kemudian mereka dibangkitkan menurut niat mereka…..” (HR. Ibnu Majah, no 4229 dan Ahmad, II/392)
“Sesungguhnya setiap orang memperoleh dari Allah sesuai dengan apa yang diniatkan.Jika berniat baik, maka ia akan memperoleh kebaikan. Dan jika berniat jelek, maka ia akan memperoleh balasan kejelekan pula.” (Bahjatun Nazhirin 1/31 dan syarah hadits Arba’in oleh imam Nawawi hal 17).

Monday, April 18, 2011

Aku dan Kisahku

Semoga kisah ini bisa diambil hikmahnya………

Aku adalah seorang abi dari ke 3 putri. Masa mudaku kuisi dengan dunia glamour dan kesenangan, bahkan aku tidak merasa malu untuk menenggak minuman keras, bukan karena sok gagah-gagahan, atau untuk mabuk-mabukan, tapi lingkunganku yang 95 % orang kulit putih, membuatku terbawa pada kehidupan mereka. Beer memang jadi minuman sehari-hari penghangat badan karena dinginnya cuaca alam. Apalagi ditambah hobyku sebagai pemain band, membuatku terbiasa dengan hal seperti ini.
 Suatu ketika, di tengah perjalanan hidupku, sesuatu yang tak kusangka terjadi padaku. Dan inilah yang akhirnya mengubah gaya hidupku selanjutnya. Aku mengalami kejang perut yang luar biasa. Aku kira aku sudah tidak akan melihat dunia ini lagi. Tapi Allah ternyata punya rencana lain. Subhanallah, aku yang selama ini semakin jauh dari  Rabbku, saat itu, kuasa Allah datang…..aku menyebut Asmanya berkali…….di saat itu pula kesadaran berTuhanku muncul. Di sela erangan sakitku. Aku luruh, tersungkur ke bumi, aku bersujud memohon ampun atas segala yang kujalani selama ini.
Aku sangat bersyukur, walaupun orangtuaku tidak mengerti masalah agama, mereka menyekolahkanku di sekolah Islam, sehingga, aku masih bisa mengingat dengan jelas, cara-cara aku harus mengerjakan shalat, berdoa, dsb. Apa yang selama ini benar-benar hilang untuk beberapa saat dalam kehidupanku. Sejak kejadian malam itu, aku terus menyebut Asma-Nya, aku pelajari lagi, apa-apa yang telah aku lupa selama ini. Aku mulai menata kembali hidupku. Aku baca lagi dan lagi Al-Qur’an, aku kaji isinya. Akupun semakin aktif  mengikuti kajian-kajian, dan ceramah tentang Islam.
 Di saat aku ingin kembali bangkit dan membutuhkan motivasi dari seseorang. Subhanallah, aku tak bisa lepas dari mengingat seseorang yang selama ini telah mencuri perhatianku. Dia seorang gadis yang sudah tak ber-ibu. Awalnya, aku bertemu dia di rumah temanku. Ketika akhirnya kami sama-sama jatuh hati, meski dengan kebangsaan yang berbeda.  Kelembutan dan perhatiannya membuatku  saat ini ingin segera menemuinya.
Meski harus kutempuh jarak berkilo, aku bertekad untuk menemuinya. Tapi kedatanganku kali ini tidak seperti yang lalu, kalau dulu dia mengenalku masih sebagai seorang play boy,….. kali ini, aku datang untuk sesuatu yang…entahlah….aku merasa yakin, dia tidak akan menolakku dan masih mencintaiku. Kami memang sempat menjadi kekasih, walau untuk beberapa saat. Dengan berbekal Al-Qur’an di tangan, aku nekad mendatangi rumahnya. Sungguh, diluar dugaannya, dia terkejut melihat kehadiranku, dia tidak menyangka orang se’ play boy’ diriku masih ingat dia, katanya. Dengan sedikit berbasa-basi, dan ngobrol, akhirnya aku berterus terang padanya kalau aku ingin menghadiahi dia Al-Qur’an. “Bacalah”, kataku.
Sejak aku kembali ke jalan-Nya, aku tak pernah lagi bermain-main dengan larangan agama apalagi untuk melanggarnya. Aku bermaksud serius pada Louise, nama gadis itu.Kadang, aku  berbincang lewat telpon saja, itupun pembicaraan yang umum-umum saja dan tentang islam khususnya. Louise memang dibesarkan dalam lingkungan yg tentu saja sama sekali tidak mengenal  islam, karena ayahnya berkebangsaan irlandia asli dan ibunya Amerika. Dari apa yang ku tangkap, dia mengakui bahwa kitab yang aku berikan padanya sungguh sangat bagus isinya, dia mengakui kebenaran Islam.
Itulah langkah awalku. Semoga Allah meridhoiku. Dari situ akhirnya, dia sering berdiskusi denganku tentang islam. Dan di titik penghujung,  dia pun menyatakan diri  ingin masuk Islam. Ya Rabb, inilah kebahagiaanku berikutnya. Terimakasih atas nikmat yang telah Kau beri. Akupun  akhirnya melamarnya. seperti laiknya seorang raja mempersunting permaisuri.
Sementara aku tengah asyik-asyiknya menikmati kehidupan baru, kesadaran baru  beragama,  datanglah kabar yang sama sekali tak kusangka, teman main band ku “Amri” menderita sakit cancer dan sudah stadium 4. Dengan segenap keprihatinan aku berusaha menemuinya. Astaghfirullah…..sungguh keadaannya tak lagi seperti dulu ketika kami masih sama-sama main dalam 1 group band. Padahal, belum begitu lama aku berpisah dengannya. Badannya sangat kurus dan pucat. Tak ada lagi cahaya .
 Hari-hari kuhabiskan bersama sahabatku, aku tak ingin kehidupan yang  kami lewati dulu yang serasa indah nampak dimata, dan sebenarnya hanya kepalsuan, menyeretnya pada hari-hari  terakhir dalam hidupnya. Aku berusaha menuntunnya , menemui jalan yang diridhoi-Nya. Sampai detik terakhirnya, dia berada dipangkuanku, kutuntun detik demi detik yang terlewati dengan mengucap Asma-Nya.  Airmatanya tak hentinya mengalir, sepertinya ingin menyampaikan kata-kata padaku. Semoga Engkau merahmatinya ya Rabb. Aku  terhenyak, tak kuasa menahan air mata, meski aku seorang laki-laki.
Kejadian  ini terus menggelayuti   ingatanku. Aku semakin memantabkan langkahku menuju jalan-Nya. Kuasa-Mu ya Rabb yang telah membukakan pintu hati hamba-Mu ini……

                                                 *****************

Anakku yang pertama lahir, aku memberinya nama Asyah. Aku sengaja tidak menyerahkan kepengasuhan anakku pada baby sitter. Meskipun kami sama-sama bekerja. Sementara istriku sendiri masih belum memadai pemahamannya pada agama, jadi aku mendidiknya, membimbingnya sendiri. Aku bekerja pagi- siang -malam, bahkan sehari aku nyaris tidur hanya 2-3 jam, itupun sebisanya aku tidur . Kadang di kursi aku tertidur dengan sendirinya karena  kelelahan. Tak ada yang kucari kecuali  ridho Allah.  Aku ingin menjadikan keluargaku  keluarga sakinah yang diridhoi Allah.
Tak lama kemudian, lahir anak keduaku, aku beri nama dia, Azzahra. Hari-hari berjalan biasa-biasa saja, tak ada kejanggalan, aku pun sempatkan diri untuk pulang ke negaraku, serta membawa kedua orangtuaku ke negara yang aku tinggali sekarang, supaya  orangtuaku merasakan kebahagiaan yang kurasakan.
Belum genap memasuki tahun pertama usia anakku,  aku disentakkan oleh sebuah berita. Ketika anakku sakit aku berusaha membawanya  ke dokter, dan ternyata….umur anakku hanya diperkirakan bisa bertahan  di usia ke 4. Anakku menderita kelainan jantung .  dan memasuki umurnya yang 1 th, dokter memutuskan mengoperasi,  untuk yang pertamakalinya pada anakku. Karena diperkirakan nanti akan ada operasi lagi setelahnya jika operasi ini berhasil. Akan tetapi jika…………ya Allah, aku tidak berani meneruskan kata-kataku. Dokter bilang kemungkinannya fifty-fifty. Jadi, menurut dokter kami tidak boleh terlalu berharap.  Dan memang aku tak boleh berharap pada manusia. Aku hanya boleh berharap pada Rabb, pencipta alam semesta.
 Mereka bilang, apa yang kualami karena……. “ God Curse your life, both”. Yang ada dibenak mereka Tuhan menghukum kami karena kepindahan istriku menjadi muslim. Aku tak peduli apa yang orang katakan tentang kami. Ruang yang ada dalam pikiranku  kukonsentrasikan penuh untuk mengurus anakku. Subhanallah, Allahu Akbar, Kembali  sujud syukur  ku panjatkan pada-Nya. Karena operasi anakku berjalan  lancar,  tanpa hambatan.  Meski dokter bilang itu hanya untuk menunda usia anakku, paling lama bertahan hanya sampai usia 4 tahun, but who knows? Aku masih tetap optimis. Bukankah kematian akan datang hanya jika sudah saatnya?
Hari-hariku makin kuisi dengan kerja keras, mendidik anak-anakku, istriku, mencari nafkah untuk mereka. tanpa bekerja keras aku tidak akan bisa membiayai anakku. Alhamdulillah anak terbesarku bisa memahami . mengapa perhatian dan kasih sayang kami sekeluarga tertuju pada adiknya. Setiap kali terjadi pertengkaran, aku memohon kebaikan hati kakaknya untuk bisa mengerti ,karena kita tidak tahu hidupnya entah mau sampai kapan?  
Di usianya yang ke-4 anakku kembali harus operasi.Operasi jantung untuk yang ke -3 kalinya. Dadanya akan kembali dibelah. Sungguh, aku merasakan nyeri  seperti yang anakku rasakan . Kalau saja aku bisa menggantikan rasa sakit anakku yang belum ada dosa, maulah kiranya aku menggantikannya. Akulah orang yang paling banyak dosa.ya Rabb, ampunkan hamba-Mu.
                                                 **********

Kebahagiaan demi kebahagiaan terus mengalir dalam hidupku, aku semakin merasakan nikmat dalam keimanan. sampai  akhirnya…..datang ujian susul menyusul menderaku. Anak pertamaku sekarang duduk di bangku kuliah di tingkat 3, dia mulai melirik untuk kerja part time di sela-sela kuliahnya. Aku pun mengiyakan tanda setuju, Aku berfikir supaya anakku mandiri dan tertempa menjadi pribadi yang tangguh, karena aku sudah cukup membekalinya dengan agama sejak  kecil.
Manusia hanya bisa berencana, ‘Allah is a decision maker’ . Aku garis bawahi kata-kata ini, apa yang kuperkirakan akan menjadikan kebaikan pada anakku, ternyata yang terjadi malah sebaliknya. Sejak mengenal dunia kerja dan dunia uang, sedikit demi sedikit bergeser keyakinan anakku. Awalnya dari kegerahannya memakai hijab, dunia pergaulan yang menuntut banyak untuk berpesta dan menghabiskan malam-malam diluaran telah berimbas ke anakku. Dia mulai mengenal dunia discotic pesta-pesta, sesuatu yang benar-benar diluar jangkauan akalku sebagai abdi-Mu ya Rabb.

Bagi Negara seliberal Amerika, tentu saja tidak mengherankan kebiasaan hidup seperti apa yang dijalani anakku sekarang ini, Tapi justru apa yang dia jalani sebelum-sebelumnya, dimana di saat dia dulu terjaga akhlaknya , justru dianggap sebagai suatu keanehan. Begitulah,akhirnya anakku terseret dalam dunianya yg baru, yang membuatnya merasa tidak terasing lagi kini. Ah, rasanya aku ingin berteriak......Buah hatiku………, akhirnya  tertanggallah sudah hijab yang menghiasi wajah lembutmu  selama ini.
Aku tak lagi bisa bicara. Untuk menghibur diriku, aku hanya bisa membaca berulang-ulang, bahwa semua sudah tertulis, sudah menjadi kehendak-Nya. Q.S. Al hadid ayat 22  dan 23:
“ Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab  di lauh mahfudz, sebelum kami mewujudkannya, yang demikian itu mudah bagi Allah”
“ Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu , dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.”
Inilah tahun-tahun kesedihanku, tahun-tahun berkabungku, ketika di tahun yang sama, aku harus kehilangan anakku yang kedua, setelah apa  yang dialaminya. Putriku yang kedua telah menghadap sang khalik.Anakku, buah hatiku……… telah lebih dulu meninggalkanku, dengan kesalihannya, dengan hijab yang masih bertengger di wajahnya, dengan sikap dan tingkah lakunya yang selama ini lurus, tanpa cela.  Tanpa terasa   menetes air mataku. Airmata kehilangan seorang ayah yang mencintai anak-anaknya, tapi tak kuasa manakala berhadapan dengan takdir sang Maha Kuasa. “ya Allah, terimalah amal kebaikan putriku di sisi-Mu, ampunilah segala dosa-dosanya, bukakan pintu hidayah untuk anakku pula,…..sebelum ajal menjemputnya”.

*      Seperti yang dikisahkannya padaku.